SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh:
Indah Wati, S.Pd.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Proses dinamika pembangunan ekonomi
di suatu Negara sangat ditentukan oleh banyak faktor, baik internal (domestik)
maupun eksternal (global). Faktor-faktor internal di antaranya adalah kondisi
fisik (termasuk iklim), lokasi geografi, jumlah dan kualitas sumber daya alam
(SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial
dan budaya, sistem politik serta peran pemerintah dalam ekonomi. Sedangkan,
faktor-faktor eksternal di antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi
perekonomian, dan politik dunia, serta keamanan global.
Kita perlu memahami sepenuhnya sifat
proses dan pola pembangunan ekonomi di suatu Negara serta kemajuan-kemajuan
yang telah dicapainya selama kurun waktu tertentu atau untuk memahami kenapa
pengalaman suatu Negara dalam membangun ekonominya berbeda dengan Negara lain,
maka perlu juga diketahui sejarah ekonomi dari Negara itu sendiri. Sering
dikatakan bahwa keadaan perekonomian Negara-negara berkembang (LDCs), seperti
Indonesia, India, Malaysia, selama ini tidak lepas dari pengaruh sistem
perekonomian atau orientasi pembangunan ekonomi yang diterapkan, pembangunan
infrastruktur fisik dan social (seperti pendidikan dan kesehatan) yang
dilakukan, dan tingkat pembangunan yang telah dicapai pada masa lampau, yaitu
pada zaman penjajahan (kolonialisasi).
Pengalaman dalam sejarah
perekonomian seperti di Negara-negara LDCs, misalnya Indonesia memiliki
pengalaman yang berbeda dengan Negara LDCs lainnya. Perbedaan itu memiliki daya
tarik tersendiri untuk dibahas. Maka dalam kesempatan ini, berusaha menyajikan
pembahasan yang menarik untuk dibahas khususnya bagi warga Negara Indonesia dan
rancangan pembangunan perekonomian yang akan datang, yaitu “Sejarah
Perekonomian Indonesia”.
B.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas yaitu “Bagaimana
perjalanan sejarah perekonomian Indonesia?”
PEMBAHASAN
SEJARAH
PEREKONOMIAN INDONESIA
A.
Pemerintahan Orde Lama
Indonesia
mulai dilanda gejolak politik dalam negeri pada tahun 1950-an hingga tahun
1965. Akibatnya, selama pemerintahan Orde Lama, keadaan perekonomian Indonesia
sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata
pertahun hampir 7% selama dekade 1950-an, dan setelah itu turun drastis menjadi
rata-rata pertahun hanya 1,9% atau bahkan mengalami stakflasi selama tahun
1965-1966. tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau produk domestik
bruto (PDB) masing-masingnya hanya 0,5% dan 0,6%.
Table
1
Laju
pertumbuhan menurun terus sejak tahun 1958, devisit saldo neraca pembayaran
(BOP) dan defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (APBD) terus
membesar dari tahun ke tahun.
Kegiatan
produksi pada masa orde lama, di sektor pertanian dan sektor industri
manufaktur terjadi pada tingkat yang sangat rendah, karena keterbatasan
kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung, baik fisik maupun non-fisik
seperti pendanaan dari Bank. Akibat rendahnya volume dari sisi supply dan
tingginya permintaan akibat terlalu banyaknya uang beredar di masyarakat
mengakibatkan tingginya tingkat inflasi yang sempat mencapai lebih dari 300 % menjelang
akhir periode Orde Lama. Berdasarkan data yang dihimpun oleh ARNDT (1994),
indeks harga pada tahun 1955 sebesar 135 (1954=100) dan jumlah uang beredar di masyarakat
pada tahun yang sama tercatat sebanyak 12,20 juta, dan pada tahun 1966 indeks
harga sudah mencapai di atas 150.000, dan jumlah uang beredar di atas 5 miliar
( table 3 ).
Buruknya
manajemen moneter pada masa pemerintahan Soekarno, menyebabkan banyaknya Rupiah
yang dicetak karena kebutuhan pada saat itu digunakan untuk membiayai dua
peperangan, yakni Irian Barat serta pertikaian dengan Malaysia dengan Inggris ditambah lagi kebutuhan untuk
membiayai penumpasan sejumlah pemberontakan di beberapa daerah di dalam negeri.
Tabel
di atas dapat disimpulkan bahwa, buruknya perekonomian Indonesia selama
pemerintahan Orde Lama terutama disebabkan oleh hancurnya infrastruktur
ekonomi, fisik, maupun non-fisik selama pendudukan Jepang,[1] Perang
Dunia II, dan perang revolusi, serta gejolak politik di dalam negeri (termasuk
sejumlah pemberontakan di daerah), ditambah lagi dengan manajemen ekonomi makro
yang sangat jelek selama rezim tersebut. Kondisi politik dan sosial dalam
negeri seperti ini sangat sulit sekali bagi pemerintah untuk mengatur roda
perekonomian dengan baik.
Periode
Orde Lama atau sejak 1945 sampai 1965 dibagi menjadi tiga periode, yaitu
periode 1945-1950, periode demokrasi parlementer (1950-1959), dan periode
demokrasi terpimpin (1959-1965). Periode demokrasi parlementer juga dikenal
sebagai periode demokrasi liberal. Dalam periode ini terjadi perubahan kabinet
8 kali, yaitu diawali oleh kabinet Hatta (Desember 1949-september 1950),
setelah itu kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951), kabinet Sukiman (April
1951-Februari 1952), kabinet Wilopo (April 1952-Juni 1953), kabinet Ali 1
(Agustus 1953-Juli 1953), kabinet Burhanuddin (Agustus 1955-Maret 1956), kabinet
Ali II (April 1956-Maret 1957), dan kabinet Djuanda (Maret 1957-Agustus 1959).
·
Kebijakan ekonomi yang
paling penting dilakukan kabinet Hatta adalah reformasi moneter melalui
devaluasi mata uang nasional yang pada saat itu masih golden dan pemotongan
uang sebesar 50% atas semua uang kertas yang beredar pada bulan Maret 1950 yang
dikeluarkan oleh De Javasche Bank yang bernilai nominal lebih dari 2,50 gulden
Indonesia.
·
Masa kabinet Natsir (kabinet
pertama dalam Negara kesatuan Republik Indonesia), untuk pertama kalinya
dirumuskan suatu perencanaan pembangunan ekonomi yang disebut Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP). RUP ini digunakan oleh kabinet berikutnya merumuskan
rencana Pembangunan Lima Tahun (yang pada masa orde baru dikenal dengan nama Repelita).
·
Masa kabinet Sukiman,
kebijakan-kebijakan penting yang diambil adalah antara lain: nasionalisasi De
Javanche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) dan penghapusan sistem kurs berganda.
·
Masa kabinet Wilopo,
langkah-langkah konkret yang diambil untuk memulihkan perekonomian Indonesia
saat itu di antaranya adalah untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep
anggaran berimbang dalam APBN, memperketat impor, melakukan rasionalisasi
angkatan bersenjata melalui modernisasi dan pengurangan jumlah personil, dan
pengiritan pengeluaran pemerintah.
·
Masa kabinet Ali I, hanya
dilakukan dua langkah konkret dalam bidang ekonomi, yaitu pembatasan impor dan
kebijakan uang ketat.
·
Selama kabinet Burhanuddin,
tindakan-tindakan penting ekonomi yang dilakukan termasuk di antaranya adalah
liberalisaasi impor, kebijakan uang ketat untuk untuk menekan laju uang
beredar, dan penyempurnaan program benteng,[2]
mengeluarkan kebijakan yang membolehkan modal (investasi) asing masuk ke
Indonesia, pemberian bantuan khusus kepada pengusaha-pengusaha pribumi, dan
pembatalan (secara sepihak) persetujuan Konferensi Meja Bundar sebagai usaha
untuk menghilangkan sistem ekonomi kolonial atau menghapuskan dominasi
perusahaan-perusahaan Belanda dalam perekonomian Indonesia (Tambunan, 2006b).
Struktur
ekonomi Indonesia selama periode 1950-an, merupakan peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor
formal/modern seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan
pertanian komersial, yang memiliki kontribusi yang lebih besar dari pada sektor
informal/tradisional terhadap output nasional atau PDB didominasi oleh
perusahaan-perusahaan Asing yang kebanyakan berorientasi ekspor. Pada umumnya,
kegiatan-kegiatan ekonomi yang masih dikuasai oleh pengusaha asing tersebut
relatif lebih padat kapital dibandingkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang
didominasi oleh pengusaha pribumi dan perusahaan-perusahaan Asing tersebut
berlokasi di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya.
Keadaan
ekonomi Indonesia, terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap semua
perusahaan Asing Belanda, menjadi lebih buruk dibandingkan keadaan ekonomi
semasa penjajahan Belanda, ditambah lagi dengan peningkatan inflasi yang sangat
tinggi pada dekade 1950-an. Pada masa pemerintahan Belanda, Indonesia memiliki
laju pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan tingkat inflasi yang sangat rendah
dan stabil, terutama karena tingkat upah buruh dan komponen-komponen lainnya dari
biaya produksi yang juga rendah, tingkat efisiensi yang tinggi di sektor
pertanian (termasuk perkebunan), dan nilai mata uang yang stabil (Alien dan
Donnithorne, 1957). Buruknya perekonomian di Indonesia pada masa pemerintahan Orde
Lama disebabkan oleh kondisi politik yang tidak mendukung dan adanya
keterbatasan faktor-faktor produksi seperti orang-orang dengan tingkat
kewirausahaan dan kapabilitas manajemen yang tinggi, tenaga kerja dengan
pendidikan/keterampilan yang tinggi, dan khususnya untuk membangun
infrastruktur (yang sangat dibutuhkan oleh industri), teknologi, dan kemampuan
pemerintah sendiri untuk menyususn rencana dan strategi pembangunan yang baik.
Ketidakstabilan
politik di Indonesia mencapai puncak pada akhir September 1965, yaitu
terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak
peristiwa berdarah tersebut, terjadi perubahan politik yang drastis di dalam
negeri, dan merubah sistem ekonomi yang dianut Indonesia pada masa Orde Lama,
yaitu dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semi-kapitalis. Sebenarnya perekonomian
Indonesia menurut Undang-Undang 1945 pasal 33 menganut suatu sistem yang
dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan atau koperasi berdasarkan ideologi
pancasila. Akan tetapi, dalam praktek sehari-hari pada masa pemerintahan Orde
Baru hingga saat ini pola perekonomian nasional cenderung memihak sistem
kapitalis, seperti di AS atau negara-negara industri maju lainnya, yang karena pelaksanaannya
tidak baik mengakibatkan munculnya kesenjangan ekonomi di Tanah Air yang terasa
saat ini semakin besar, terutama setelah krisis ekonomi.
B.
Pemerintahan Orde Baru
(1966-1997)
Pemerintahan
pada masa orde baru lebih memperhatikan peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial di Tanah Air, menjalin kembali hubungan baik
dengan pihak Barat, dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia juga
kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga
dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan IMF.
Pemerintah
melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik, serta rehabilitas
ekonomi di dalam negeri, sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai.
Sasaran utama dari kebijakan tersebut adalah untuk menekan kembali tingkat
inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali
kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat terjadi stagnasi pada masa Orde
Lama. Pemerintah juga menambah usahanya dengan melakukan penyusunan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) secara bertahap dengan target-target yang
jelas sangat dihargai oleh Negara-Negara Barat. Menjelang akhir dekade 1960-an,
atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB (Bank Pembangunan Asia)
dibentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut Inter-Government Group on
Indonesia (IGGI) dengan tujuan membiayai pembangunan ekonomi di
Indonesia.
Tujuan
jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam
skala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling
tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti
kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran.[3]
Dengan kepercayaan yang penuh bahwa akan ada efek “Cucuran ke bawah”[4]. Pada
awalnya, pemerintah memusatkan pembangunan hanya di sektor-sektor tertentu yang
secara potensial dapat menyumbangkan nilai tambah yang besar dalam waktu yang
tidak panjang dan hanya di Pulau Jawa karena pada saat itu fasilitas-fasilitas
infrastruktur dan sumber daya manusia relatif lebih baik dibandingkan di
provinsi-provinsi lainnya di luar Pulau Jawa. Sumber dana yang terbatas pada
saat itu dirasa sangat sulit untuk memperhatikan pertumbuhan dan pemerataan
pada waktu yang bersamaan.
Dampak
Repelita I pada bulan April 1969 dan repelita-repelita berikutnya selama Orde
Baru terhadap perekonomian Indonesia cukup mengagumkan, terutama dilihat dari
tingkat makro. Proses pembangunan berjalan sangat cepat dengan laju pertumbuhan
rata-rata per tahun yang cukup tinggi, jauh lebih baik dari pada selama Orde
Lama, dan juga relatif lebih tinggi daripada laju rata-rata pertumbuhan ekonomi
dari kelompok NSB. Pada awal Repelita I, PDB Indonesia tercatat 2,7 triliun Rupiah
pada harga berlaku atau 4,8 triliun Rupiah pada harga konstan, dan pada tahun
1990 menjadi 188,5 triliun Rupiah pada harga berlaku atau 112,4 triliun Rupiah
pada harga konstan. Selama periode 1969-1990 laju pertumbuhan PDB pada harga
konstan rata-rata per tahun di atas 7% (table 4).[5]
Keberhasilan
pembangunan ekonomi di Indonesia pada zaman Soeharto tidak hanya disebabkan
oleh kemampuan kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soeharto yang jauh lebih
baik/solid dibandingkan pada masa Orde Lama dalam menyusun rencana, strategi
dan kebijakan pembangunan ekonomi,[6]
tetapi juga berkat tiga hal:
·
Penghasilan ekspor yang
sangat besar dari minyak, terutama pada periode oil boom pertama pada
tahun 1973/1974,
·
pinjaman luar negeri, dan
·
PMA khususnya sejak decade
1980-an perannya di dalam pembangunan ekonomi di Indonesia meningkat tajam.
Kebijakan
Soeharto dapat dikatakan mengutamakan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang
didasarkan pada sistem ekonomi liberal dan stabilitas politik yang pro-Barat,
telah membuat kepercayaan pihak Barat terhadap prospek pembangunan ekonomi
Indonesia jauh lebih kuat dibandingkan terhadap banyak LDCs lainnya.
Ada
beberapa kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar suatu usaha
membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik, di antaranya yaitu:
1.
Kemauan politik yang kuat
Presiden
Soeharto memiliki kemauan politik yang kuat untuk membangun ekonomi Indonesia.
Pada masa Orde Lama, mungkin karena Indonesia baru saja merdeka, emosi
nasionalisme baik dari pemerintah maupun kalangan masyarakat masih sangat
tinggi, dan yang ingin ditonjolkan pertama kepada kelompok Negara-negara barat
adalah “Kebesaran bangsa” dalam bentuk kekuatan militer dan pembangunan
proyek-proyek mercusuar.
2.
Stabilitas politik dan ekonomi
Pemerintahan
Orde Baru berhasil dengan baik menekan tingkat inflasi dari sekitar 50% pada
tahun 1966 menjadi hanya sekitar 5% hingga 10% pada awal dekade 1970-an.
Pemerintahan Orde Baru juga berhasil menyatukan bangsa dan kelompok-kelompok
masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa pembangunan ekonomi dan sosial adalah
jalan satu-satunya agar kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.
3.
Sumber daya manusia yang lebih
baik
SDM
yang semakin baik, menyebabkan pemerintahan Orde Baru memiliki kemampuan untuk
menyusun program dan strategi pembangunan dengan kebijakan-kebijakan yang
terkait serta mampu mengatur ekonomi makro secara baik.
4.
Sistem politik dan ekonomi terbuka
yang berorientasi ke Barat
Pemerintahan
Orde Baru menerapkan sistem politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat.
Hal ini sangat membantu, khususnya dalam mendapatkan pinjaman luar Negeri,
penanaman modal Asing, dan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.
5.
Kondisi ekonomi dan politik dunia
yang lebih baik
Selain
oil boom, juga kondisi ekonomi dan politik dunia pada era Orde Baru,
khususnya setelah perang Vietnam berakhir atau lebih lagi setelah perang dingin
berakhir, jauh lebih baik ketika masa Orde Lama.
C.
Pemerintahan Transisi
(1998)
Tanggal
14 -15 Mei 1997, nilai tukar Bath Thailand terhadap Dolar AS mengalami suatu
goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan jual. Mereka mengambil
sikap demikian, karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian negara tersebut,
paling tidak untuk jangka pendek. Kejadian tersebut akhirnya merembet ke Indonesia
dan beberapa Negara Asia lainya, awal dari krisis keuangan di Asia. Rupiah Indonesia
mulai terasa goyang sekitar bulan Juli 1997, dari Rp 2500 menjadi Rp 2650 per Dolar
AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Menanggapi
perkembangan itu, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi, yakni memperlebar
rentang intervensi. Akan tetapi, pengaruhnya tidak banyak, nilai Rupiah Dolar
AS terus tertekan, dan tanggal 13 Agustus 1997 Rupiah mencapai rekor terendah dalam
sejarah, yakni Rp 2682 perDolar AS sebelum akhirnya ditutup Rp 2655 perDolar
AS. Hari-hari dan bulan-bulan berikutnya, kurs Rupiah terus melemah walaupun
sekali-kali mengalami penguatan beberapa poin. Pada bulan Maret 1998 nilai Rupiah
mencapai Rp 10.550 untuk satu Dolar AS, walaupun sebelumnya antara bulan Januari-Februari
sempat menembus Rp 11.000 Rupiah per Dolar AS.
Nilai tukar Rupiah terus melemah dan
mulai mengguncang perekonomian nasional sekitar bulan September 1997. Untuk mencegah
agar keadaan tidak bertambah buruk, pemerintah Orde Baru mengambil beberapa
langkah kongkrit, di antaranya menunda proyek-proyek senilai 39 triliun Rupiah
dalam upaya mengimbangi keterbatasan anggaran belanja Negara yang sangat
dipengaruhi oleh perubahan nilai Rupiah tersebut. Pada awalnya, pemerintah
berusaha untuk menanggani masalah krisis Rupiah ini dengan kekuatan sendiri. Akan
tetapi, setalah menyadari bahwa merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS
tidak dapat dibendung lagi dengan kekuatan sendiri, terlebih lagi karena
cadangan Dolar AS di BI sudah mulai menipis karena terus digunakan untuk intervensi
menahan atau mendongkrak kembali nilai tukar Rupiah. Tanggal 8 Oktober 1997
pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan secara resmi akan meminta bantuan
keuangan dari IMF. Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah Thailand, Filipina,
dan Korea Selatan.
IMF mengumumkan paket bantuan keuangan
terhadap Indonesia pada akhir OKtober 1997 yang mencapai 40 miliar Dolar AS, 23
miliar di antaranya adalah Pertahanan Lapis Pertama (from-line devidence).
Sehari setelah pengumuman itu, seiring dengan paket reformasi yang ditentukan
oleh IMF, pemerintah Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha 16 Bank Swasta
yang dinilai tidak sehat. Ini merupakan awal dari kehancuran perekonomian Indonesia.
Paket program pemulihan ekonomi yang
diisyaratkan IMF pertama kali diluncurkan pada bulan November 1997, bersama
pinjaman angsuran pertama senilai 3 milliar Dolar AS. Pertama, diharapkan bahwa
dengan disetujuinya paket tersebut oleh pemerintah Indonesia, nilai Rupiah akan
kuat dan akan stabil kembali, akan tetapi, kenyataan menunjukan bahwa nilai Rupiah
terus melemah sampai perubahan mencapai Rp 15.000 per Dolar AS. Kepercayaan
masyrakat di dalam dan di luar Negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang
pada waktu itu terus merosot membuat kesepakatan itu harus ditegaskan dalam
nota kesepakatan (letter of intention) yang ditandatangani bersama
antara pemerintah Indonesia dan IMF pada bulan Januari 1998. Nota kesepakatan
itu terdiri atas 50 butir kebijaksanaan-kebijaksanan mencakup ekonomi makro
(fiskal dan moneter), restruktirisasi sektor keuangan dan revormasi struktural
(Tambunan, 2006b).
Butir-butir dalam kebijaksanaan
piskal mencakup: penegasan tetap menggunakan prinsip anggaran berimbang (pengeluaran
pemerintah=pendapatannya), usaha-usaha pengurangan pengeluaran pemerintah,
seperti menghilangkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, membatalkan
sejumlah proyek infratruktur besar, dan peningkatan pendapatan pemerintah.
Usaha-usaha terakhir ini akan dilakukan dengan berbagai cara, termasuk
menaikkan cukai terhadap sejumlah barang tertentu, mencabut semua fasilitas
kemudahan pajak, di antaranya penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN), dan
fasilitas pajak serta tarif bea-masuk yang selama ini diberikan antara lain
kepada Industri Mobil Nasional (Timor), mengenakan pajak tambahan terhadap
bensin, memperbaiki audit PPN, dan memperbanyak objek pajak.
Berbeda dengan Korea Selatan dan
Thailand, dua Negara yang sangat serius dalam melaksanakan program reformasi.
Sedangkan pemerintah Indonesia ternyata tidak melakukan reformasi sesuai
kesepakatannya itu dengan IMF. Akhirnya, pencairan pinjaman angsuran kedua
senilai 3 miliar Dolar AS yang seharusnya dilakukan bulan Maret 1998 terpaksa
diundur. Padahal, Indonesia tidak ada jalan lain selain harus bekerja sama
sepenuhnya dengan IMF, terutama karena dua hal, yaitu:
1.
Berbeda dengan kondisi krisis di
Thailand, Korea Selatan, Filipina dan Malaysia, krisis ekonomi di Indonesia sebenarnya
sudah menjelma menjadi krisis kepercayaan. Masyarakat dan dunia usaha, baik di
dalam maupun di luar negeri (termasuk bank-bank di Negara-negara mitra dagang
Indonesia yang tidak lagi menerima letter of credit (L/C) dari bank-bank
nasional dan infestor-infestor dunia) tidak lagi percaya akan kemampuan
Indonesia untuk menanggulangi sendiri krisisnya; bahkan mereka tidak lagi
percaya pada niat baik atau keseriusan pemerintah dalam menangani krisis
ekonomi di dalam negeri.[7]
Oleh karena itu, satu-satunya yang masih bisa menjamin atau memulihkan kembali
kepercayaan masyarakat terhadap Indonesia adalah melakukan “Kemitraan usaha”
sepenuhnya antara pemerintah Indonesia dan IMF.[8]
2.
Indonesia sangat membutuhkan Dolar
AS. Pada awal tahun 1998 kebutuhan itu diperkirakan sebesar 22,4 miliar Dolar
AS atau rata-rata 1,9 miliar Dolar AS per bulan. Sementara, posisi cadangan
devisa bersih yang dimiliki BI hingga awal Juni 1998 hanya 14.621,4 juta Dolar
AS, naik dari 13.179, 7 juta Dolar AS pada akhir Maret 1998. Kebutuhan itu
digunakan terutama untuk membayar ULN jangka pendek yang diperkirakan pada
pertengahan tahun 1998 sebesar 20 miliar Dolar AS, membayar bunga atas pinjaman
jangka panjang 0,9 miliar Dolar AS, dan sisanya sebanyak 1,5 miliar Dolar AS
untuk kegiatan ekonomi di dalam negeri yang juga sangat diperlukan untuk memacu
laju pertumbuhan ekonomi.[9]
Setelah
gagal dalam pelaksanan kesepakatan pertama itu, dilakukan lagi perundingan-perundingan
baru antara pemerintaha Indonesia dan IMF pada bulan Maret 1998 dan dicapai
lagi suatu kesepakatan baru pada bulan April 1998. Hasil-hasil perundingan dan
kesepakatan itu dituangkan secara lengkap dalam satu dokumen bernama
“Memorandum tambahan tentang kebijaksanaan ekonomi keuangan” yang berisi antara
lain sebagai berikut :
1.
Program stabilisasi, dengan tujuan
utama menstabilakan pasar uang dan mencegah hiperinflasi.
2.
Restukturisasi perbankan, dengan
tujuan utama untuk rangka penyehatan sistem perbankan nasional.
3.
reformasi struktural, yang
disepakati agenda baru mencakup upaya-upaya dan sasaran yang telah disepakati
dalam kesepakatan pertama (15 Januari 1998 ).
4.
Penyelesaian ULN Swasta (cortorat
debt). Dalam hal ini, disepakati perlu dikembangkannya kerangka
penyelesaian ULN Swasta dengan keterlibatan pemerintah yang lebih besar, tetapi
tetap dibatasi agar proses penyelesaiannya tetap dapat berlangsung lebih cepat.
5.
Bantuan untuk rakyat kecil (rakyat
ekonomi lemah) yang penyelesaian ULN Swasta merupakan dua hal yang di dalam
kesepakatan pertama (Januari 1998).[10]
Pertengahan
1998, atas kesepakatan dengan IMF dibuat lagi memorandum tambahan tentang
kebijaksanaan ekonomi dan keuangan. Memorandum tambahan ini memutakhirkan
dokumen terdahulu untuk menampung perubahan-perubahan setelah Januari 1998 pada
situasi perekonomian ekonomi makro dan prospeknya, dan juga menunjukkan
bidang-bidang yang strateginya perlu disesuaikan, diperluas, atau diperkuat.
Krisis Rupiah yang menjelma menjadi
satu krisis ekonomi, akhirnya juga memunculkan suatu krisis politik yang dapat
dikatakan terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka pada tahun 1945. Krisis
politik tersebut diawali dengan penembakan oleh tentara terhadap 4 mahasiswa Universitas
Tri Sakti, tepatnya tangggal 13 Mei 1998, yang dikenal dengan sebutan Tragedi
Tri Sakti. Kemudian pada tanggal 14-15 Mei kota Jakarta dilanda suatu kerusuhan
yang juga dapat dikatakan paling besar dan paling sadis yang pernah dialami
Indonesia. Setelah kedua peristiwa tersebut, gerakan mahasiswa yang sebelumnya
sudah berlangsung semakin gencar. Akhirnya pada tanggal 21 mei 1998, presiden
Soeharto mengundurkan diri dan digantikan wakilnya Habibie. Sedangkan, tanggal 23
Mei 1998 Presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal terbentuknya pemerintah
transisi.
D.
Pemerintahan Reformasi
Hingga Kabinet SBY (1999-2005)
Awal pemerintahan reformasi
yang dipimpin oleh Presiden Wahid, masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan
investor, termasuk insvestor asing menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan
dan kesungguhan Gusdur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan
menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim Orde
Baru, seperti KKN, supremasi hukum, HAM, penembakan Tragedi Tri Sakti dan Semanggi
I dan II, peranan ABRI di dalam politik, masalah distegrasi dan lainya.
Bidang ekonomi, dibandingkan tahun
sebelumnya, tahun 1999 kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukan adanya
perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif, walaupun tidak jauh dari 0%, dan
pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi, dengan
laju pertumbahan hampir mencapai 5%. Akan tetapi, masyarakat memilih presiden
tidak berlangsung lama. Gusdur mulai menunjukan sikap dan mengeluarkan
ucapan-ucapan yang kontroversial yang membingungkan pelaku-pelaku bisnis.
Gusdur cenderung bersikap diktaktor dan praktet KKN di lingkungannya semakin
intensif, bukan hanya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan dari
pada gerakan reformasi. Ini berarti bahwa rezim Gusdur, walaupun Than reformasi
di Era Demokrasi, tidak berbeda dengan rezim Orde Baru. Sikap Gusdur tersebut
juga menimbulkan perseteruan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang klimaksnya
adalah dikeluarkanya peringatan resmi kepada Gusdur lewat Memorandum I dan II.
Dengan dikeluarkannya Memorandum II Gusdur terancam diturunkan dari jabatannya
sebagai Presiden Republik Indonesia. Jika usulan percepatan Sidang Istimewa MPR
jadi dilaksanakan pada bula Agustus 2001.
Hubungan pemerintah Indonesia
di bawah pimpinan Gus Dur dengan IMF juga tidak baik, terutama masalah-masalah
seperti Amandemen UU No 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia, penerapan
otonomi daerah terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar
negeri dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksananya. Tidak tuntasnya
revisi tersebut mengakibatkan IMF menunda pencairan bantuanya kepada
pemerintahan Indonesia, padahal roda perekonomian nasional saat ini sangat
tergantung pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia dinyatakan bangkrut oleh Paris
Club (Negara-negara donor), karena sudah kelihatan jelas bahwa Indonesia
dengan kondisi perekonomian semakin buruk dan defisit keuangan pemerintah yang
terus membengkak tidak mungkin mampu membayar kembali utangnya yang sebagian
besar akan jatuh tempo tahun 2002 mendatang. Bahkan Bank Dunia sempat mengancam
akan menghentikan pinjaman baru jika kesempartan IMF dengan pemerintah
Indonesia macet.
Ketidakstabilan
politik dan sosial yang tidak semakin surut selama pemerintahan Gusdur menaikkan
tingkat country risk Indonesia. Hal ini ditambah lagi dengan buruknya
hubungan antara pemerintah Indonesia dan IMF membuat pelaku-pelaku bisnis,
termasuk Investor Asing menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau
menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, kondisi perekonomian nasional pada
masa ini cenderung lebih buruk dari pada masa pemerintahan Habibie. Bahkan, lembaga
Pemeringkat Internasional Moody’s Investor Service mengonfirmasikan
bertambah buruknya resiko Negara Indonesia. Meskipun beberapa indikator ekonomi
makro mengalami perbaikan, tetapi karena kekhawatiran kondisi politik dan sosial
lembaga rating lainnya, seperti Standard dan Poors, menurunkan prospek
jangka panjang Indonesia dari stabil ke negatif.
Banyak orang menduga bahwa ekonomi
Indonesia tahun 2002 akan mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun
sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif. Gusdur dan kabinetnya tidak
menunjukkan keinginan politik yang sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis
ekonomi hingga tuntas dengan prinsip ’’once and poor all’’.
Pemerintah Gusdur cenderung menyederhanakan krisis ekonomi dengan menganggap
persoalannya hanya terbatas pada agenda masalah Amandemen UU BI, masalah
desentralisasi fiskal, masalah restrukturisasi utang, dan masalah divestasi BCA
dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang kontroversial dan
inkonsisten, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT
G-15 yang hanya 5% (nominalnya 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar
negeri dan hibah, menunjukkan tidak adanya ’sense of crisis’ terhadap
kondisi riil perekonomian Negara saat ini.
Fenomena semakin rumitnya persoalan
ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi. Misalnya, pergerakan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret 2001
menunjukkan tren pertumbuhan ekonomi yang negatif. Dengan perkataan
lain, selama periode tersebut, IHSG merosot hingga lebih dari 300 poin yang
disebabkan oleh lebih besarnya kegiatan penjualan dari pada kegiatan pembelian
di dalam perdagangan saham di dalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak
percayanya pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya terhadap prospek
perekonomian Indonesia paling tidak untuk periode jangka pendek.
Indikator kedua yang menggambarkan
rendahnya kepercayaan pelaku bisnis (masyarakat pada umumnya) terhadap
pemerintahan Gus Dur adalah pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
Pada awal tahun 2000 kurs Rupiah sekitar 7000, dan pada tanggal 9 Maret 2001
tercatat sebagai hari bersejarah sebagai awal kejatuhan Rupiah, yang menembus
level Rp 10000 per Dolar. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia
secara agrresif terus melakukan intervensi pasar dengan melepas puluhan juta Dolar
AS per hari melalui bank-bank pemerintah. Namun, pada 12 Maret 2001, ketika Istana
Presiden dikepung para demonstran yang menuntut Presiden Gus Dur mundur, nilai
tukar Rupiah semakin merosot. Pada bulan April 2001 sempat menyentuh Rp 12000 per Dolar AS.
Inilah rekor kurs Rupiah terendah sejak Gus Dur terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia, berdampak negatif terhadap roda perekonomian nasional yang
bisa menghambat usaha pemulihan, bahkan bisa membawa Indonesia ke krisis kedua
yang dampaknya terhadap ekonomi, sosial, dan politik jauh lebih besar daripada
krisis pertama. Dampak negatif ini terutama karena dua hal. Pertama,
perekonomian Indonesia masih tergantung pada impor, baik untuk barang-barang
modal dan pembantu, komponen dan bahan baku, maupun barang-barang konsumsi. Kedua,
ULN Indonesia dalam nilai Dolar AS, baik dari sector swasta maupun pemerintah,
sangat besar. Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang diprediksi
dapat menembus dua digit, dan cadangan devisa yang pada dua minggu terakhir Maret
2000 menurun dari 29 miliar Dollar AS menjadi 28,875 Dolar AS.
Setelah Gus Dur turun, Megawati menjadi
Presiden Indonesia yang kelima. Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi
perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gus Dur.
Meskipun IHSG dan nilai Rupiah meningkat cukup signifikan sejak diangkatnya Megawati
menjadi presiden melalui Sidang Istiimewa (SI) MPR, posisinya tetap belum
kembali pada tingkat pada saat Gus Dur terpilih menjadi presiden.
Keterpurukan kondisi ekonomi yang
ditinggal Gus Dur terus terasa jika terlihat dari perkembangan indikator
ekonomi lainnya, seperti tingkat suku bunga, inflasi, saldo neraca pembayaran,
dan defisit APBN. Suku bungan untuk sertifikat bank Indonesia(SBI), misalnya,
pada awal pemerintahan Megawati mencapai di atas 17%, padahal saat awal
pemerintahan Gus Dur hanya sekitar 13%. Bersamaan dengan itu tingakt suku bunga
deposito perbankan juga ikut naik menjadi sekitar 18%, sehingga pada saat itu
menimbulkan kembali kekhawatiran masyarakat dan pelaku bisnis bahwa bank-bank
akan kembali melakukan bleeding.
Inflasi yang dihadapi kabinet gotong
royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Menurut data BPS, inflasi tahunan
pada awal pemerintahan Gus Dur hanya sekitar 2%, sedangkan pada awal
pemerintahan Megawati atau periode Januari-Juli 2002 tingkat inflasi sudah
menjadi 7,7%. Bahkan laju inflasi tahunan atau year on year selama
periode Juli 2000-Juli 2001 sudah mencapai 13, 5%. Perkembangan ini pada saat
itu sangat mengkhawatirkan karena dalam asumsi APBN 2001 yang sudah direvisi
pemerintah menargetkan inflasi dalam tahun 2001 hanya 9,4%.
Era Megawati memiliki kinerja
ekonomi Indonesia yang menunjukkan perbaikan, paling tidak dilihat dari laju
pertumbuhan PDB. Seperti yang ditunjukkan pada table 5, pada tahun 2002 PDB
Indonesia tumbuh 4,3% dibandingkan 3,8% pada tahun sebelumnya, dan kemajuan ini
berlangsung terus hingga akhir periode Megawati yang mencapai 5,1%. PDB nominal
meningkat dari 164 miliar Dolar AS pada
tahun 2001 menjadi 258 miliar Dolar AS tahun 2004. demikian juga pendapatan
perkapita meningkat persentase yang cukup besar dari 697 Dolar AS ke 1.191 Dolar
AS selama periode Megawati. Kinerja ekspor juga membaik dengan pertumbuhan 5%
tahun 2002 dibandingkan -9,3% tahun 2001, dan terus naik hingga mencapai 12%
tahun 2004. Namun demikian, neraca perdagangan (NP), yaitu saldo ekspor
(X)-impor (M) barang, maupun transaksi berjalan (TB), sebagai persentase dari
PDB, mengalami penurunan.
Menginjak pada pemerintahan SBY, di
bulan-bulan pertama pemerintahannya, rakyat Indonesia, pelaku usaha luar, dan
dalam negeri maupun Negara-negara donor serta lembaga-lembaga dunia, seperti
IMF, Bank Dunia, dan ADB, sempat optimis bahwa kinerja ekonomi Indonesia 5
tahun ke depan akan jauh lebih baik dibandingkan pada masa
pemerintahan-pemerintahan sebelumnya sejak Soeharto lengser. Bahkan kabinet SBY
dan lembaga-lembaga dunia tersebut menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
tahun 2005 akan berkisar sedikit di atas 6%. Target ini dilandasi oleh asumsi
bahwa kondisi politik di Indonesia akan terus membaik dan factor-faktor
eksternal yang kondusif (tidak memperhitungkan akan adanya gejolak harga minyak
di Pasar Dunia), termasuk pertumbuhan ekonomi dari motor-motor utama penggerak
perekonomian dunia, seperti AS, Jepang, EU, dan China, akan meningkat. Namun
pada pertengahan kedua tahun 2005 ekonomi Indonesia digoncang oleh dua peristiwa
yang tidak terduga sama sekali, yaitu naiknya harga minyak mentah (BBM) di
pasar internasional dan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Dua
hal ini membuat realisasi pertumbuhan PDB tahun 2005 lebih rendah dari target
tersebut (table menjadi tantangan berat bagi presiden SBY karena jika tidak
ditangani segera dan secaara baik, pengaruh negatifnya akan sangat besar
terhadap perekonomian nasional dan akhirnya juga terhadap kehidupan masyarakat,
khususnya kelompok miskin).
Kenaikan harga BBM di pasar
internasional dari 45 Dolar AS per barrel awal tahun 2005 menjadi 70 Dolar per
barrel awal Agustus 2005 sangat tidak menguntungkan Indonesia, tidak seperti
pada masa oil boom pertama tahun 1973 dan kedua awal decade 1980-an.
Walaupun Indonesia merupakan salah satu anggota OPEC, Indonesia juga impor BBM
terbesar di Asia, jauh melebihi impor BBM Jepang yang bukan penghasil minyak.
Tahun 2010 impor BBM Indonesia diprediksi akan mencapai sekitar 60% dan tahun
2015 akan menjadi sekitar 70% dari kebutuhan BBM dalam negeri (Kurtubi, 2005).
Tingginya impor BBM Indonesia disebabkan oleh konsumen minyak dalam negeri yang
meningkat pesat setiap tahunnya mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk,
perkembangan kegiiatan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita serta
kapasitas kilang minyak di dalam negeri masih sangat terbatas. Menurut Kurtubi
(2005), tahun 2005 kekurangan kapasitas kilang Indonesia sekitar 400.000 barrel
per hari.[11]
Kenaikan harga minyak ini
menimbulkan tekanan yang sangaat berat terhadap keuangan pemerintah (APBN).
Akibatnya pemerintah terpaksa mengeluarkan suatu kebijakan yang sangat tidak
populis, yaitu mengurangi subsidi BBM, yang membuat harga BBM di pasar dalam
negeri meningkat tajam. Kenaikan harga BBM yang besar untuk industri terjadi sejak
1 Juli 2005. Harga solar untuk industri dari Rp 2200 per liter menjadi Rp 4750
per liter (naik 115%). Tanggal 1 Agustus 2005, kenaikan harga minyak tanah
untuk industri dari Rp 2200 per liter menjadi Rp 5490 per liter (naik 93%). Tanggal
1 Oktober 2005, pemerintahn menaikkan lagi harga BBM yang berkisar antara 50%
hingga 80%. Diperkirakan hal ini akan sangat berdampak negatif terhadap
kegiatan ekonomi domestik, terutama pada periode jangka pendek karena biaya
produksi meningkat.[12]
Bagan
6
Secara
teori, dampak negatif dari kenaikan harga BBM terhadap kegiatan atau
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, dan kemiskinan diilustrasikan dalam
suatu system keterkaitan di gambar 6. kenaikan harga BBM di pasar dunia jelas
akan membuat defisit APBN tambah besar karena ketergantungan Indonesia terhadap
impor BBM semakin besar. Defisit APBN yang meningkat selanjutnya akan
mengurangi kemampuan pemerintah lewat sisi pengeluarannya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Sementara di sisi lain, kenaikan harga BBM akan mengurangi
kegiatan produksi (Q) di dalam negeri akibat biaya produksi (BP) meningkat,
yang selanjutnya berdampak negative terhadap ekspor (X) yang berarti
pengurangan cadangan devisa (CD).
Menurunnya kegiatan ekonomi/produksi menyebabkan berkurangnya pendapatan
usaha yang selanjutnya akan memperbesar defisit APBN karena pendapatan pajak
berkurang. Harga BBM yang tinggi juga akan mendorong inflasi di dalam negeri.
Semua ini akan berpengaruh negatif terhadap kesempatan kerja atau akan
meningkatkan pengangguran (U) dan kemiskinan (P). kenaikan pengangguran atau
kemiskinan juga akan menambah defisit APBN karena menurunnya pendapatan
pemerintah dari pajak pendapatan. Sementara di sisi lain, pengeluaran
pemerintah terpaksa ditambah untuk membantu orang miskin. Juga peningkatan
kemiskinan akan memperburuk pertumbuhan ekonomi lewat efek permintaan yaitu
permintaan di dalam negeri berkurang.
Kenaikan
harga minyak ini juga menjadi salah satu penyebab terus melemahnya nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS yang sudah berlangsung sejak januari 2005 dengan volatilitas
yang semakin tinggi, walaupun sempat ada perbaikan menjelang akhir April hingga
sekitar pertengahan Mei 2005. Pada bulan Juli 2005, nilai Rupiah sudah
mendekati Rp 10000 per satu Dolar AS. Hingga akhir tahun 2005, Rupiah
diperkirakan akan tetap berada di atas Rp 9500/Dolar AS. Secara fundamental, terus
melemahnya nilai tukar Rupiah terkait dengan memburuknya kinerja neraca
pembayaran (BoP) Indonesia, di samping adanya faktor sentiment penguatan Dolar
AS secara global. Pengaruh dari faktor-faktor non-ekonomi juga berperan
terhadap terus melemahnya Rupiah, terutama rasa ketidakpercayaan masyarakat
terhadap kondisi ekonomi di dalam negeri yang berlebihan yang membuat mereka
menukarkan Rupiah dengan Dolar AS, terutama mengenai perkiraan dampak negative
dari kenaikan harga minyak terhadap perekonomian nasional. Selain itu sejak
krisis ekonomi 1997/1998, faktor spekulasi juga memberikan sumbangan yang besar
terhadap gejolak Rupiah. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan Dolar di pasar
domestic meningkat. Sementara, pasokan Dolar AS ke dalam negeri juga masih
terbatas karena kecilnya ekspor netto.
Berdasarkan
teori, dengan asumsi faktor-faktor lain tetap tidak berubah, melemahnya Rupiah
akan membuat ekspor Indonesia meningkat, sedangkan impornya berkurang. Namun,
pengalaman Indonesia selama krisis ekonomi 1997/1998 menunjukkan bahwa ekspor
Indonesia ternyata tidak terlalu elastis terhadap pergerakan Rupiah yang
memberi indikasi adanya supply bottleneck yang serius di dalam negeri,
dan masalah supply hingga saat ini belum hilang sama sekali. Artinya,
pengaruh dari melemahnya Rupiah kali ini bisa sangat kecil terhadap peningkatan
ekspor Indonesia. Sementara itu, Indonesia sudah sangat tergantung pada impor
barang-barang kebutuhan pokok, mulai dari barang-barang konsumsi, seperti
makanan dan susu, hingga barang-barang modal dan peralatan produksi serta bahan
baku, seperti minyak yang telah membuat impor Indonesia juga kurang elastis
terhadap pergerakan Rupiah.[13]
Kombinasi
antara kenaikan harga BBM dan melemahnya nilai Rupiah akan berdampak pada
peningkatan laju inflasi. Menurut data perkiraan dari Bank Indonesia (BI)
(Agustus 2005), inflasi dari indeks harga konsumen (IHK) cenderung berada pada
tingkat yang cukup tinggi, yaitu 7,42%. Sementara menurut Citigroup,
pada tahun 2005 inflasi di Indonesia berada pada tingkat 6,2% dan merupakan
tertinggi di antara banyak Negara di Asia. Secara fundamental, tingginya
inflasi di Indonesia disebabkan oleh masih tingginya ekspektasi inflasi terkait
dengan kebijakan pemerintah mengenai kenaikan administered prices dan
perkembangan nilai tukar Rupiah yang cenderung terus melemah. Melemahnya nilai
tukar Rupiah memberikan tekanan terhadap inflasi di dalam negeri, terutama
karena tingginya ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap impor, tetapi dengan
tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya. Seperti
pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, pemerintahan SBY juga berusaha
menahan tingkat inflasi serendah mungkin atau paling tidak tetap dalam satu
digit.
Menjelang
akhir masa jabatan SBY yang akan berakhir tahun 2009, perekonomian Indonesia
menghadapi dua goncangan eksternal, yaitu harga BBM yang terus naik dan
kenaikan harga pangan di pasar global. Kenaikan harga BBM yang terus-menerus
sejak tahun 2005 memaksa pemerintah menaikkan lagi harga BBM, terutama premium,
di dalam negeri pada tahun 2008. kedua goncangan eksternal tersebut sangat
mengancam kestabilan perekonomian nasional, khususnya tingakt inflasi. Secara
kumulatif, inflasi paada periode Januari-Februari 2008 sudah mencapai 2,44%
yang merupakan angka tertinggi sejak tahun 2003. dengan inflasi year on year
yang mencapai 7,4% maka ancaman inflasi yang lebih tinggi selama tahun 2008
bukanlah suatu hal yang mustahil.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarah
dalam perekonomian di Indonesia melewati beberapa masa pemerintahan, yaitu:
·
Masa pemerintahan Orde Lama
merupakan masa perekonomian yang sangat sulit karena masa ini Indonesia masih
baru merdeka sehingga masih timbul berbagai gejolak politik. perekonomianpun
belum mengalami perubahan yang signifikan. Perekonomian masih dipengaruhi oleh
gaya perekonomian Belanda. Pemerintahan masa ini di pimpin oleh Soekarno
(1945-1965).
·
Kebijakan-kebijakan ekonomi
selama Orde Baru memang telah menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi
yang pesat dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dengan biaya
ekonomi tinggi dan fundamental ekonomi yang rapuh. Hal terakhir dapat dilihat
pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya
ketergantungan Indonesia terhadap modal Asing, termasuk pinjaman, dan impor.
Ini semua membuat Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang
diawali oleh krisis nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS pada pertengahan 1997.
·
Memasuki pemerintahan masa
transisi, sejak mulai terjadinya krisis di belahan Negara-negara Asia pada
akhir masa pemerintahan orde baru, dan adanya peninggalan ketergantungan Negara
terhadap bantuan modal asing, sehingga
mulai jatuhnya nilai tukar Rupiah di pasar global. Negara-negara pemberi
bantuan pun mulai tidak percaya atas kemampuan Indonesia untuk menangani krisis
yang terjadi di negaranya. Adanya gejolak untuk mereformasikan Negara Indonesia
oleh mahasiswa sehingga terjadi tragedy tri sakti. Masa ini dipimpin oleh
Habibie (1997-1998).
·
Memasuki masa pemerintahan reformasi sampai
masa cabinet SBY, merupakan masa yang dipimpin oleh Gus Dur justru semakin
memburuk keadaan ekonominya karena seolah-olah tidak ada niat untuk berpolitik
secara sungguh-sungguh terlihat dari caranya memandang inflasi yang hanya
dianggap sebagai pengaruh amandemen UU BI saja. Kemudian digantikan oleh
Megawati, namun tidak juga mengalami perbaikan walaupun nilai tukar di pasar
internasional mulai membaik dari masa pemerintahan Gus Dur. Setelah memasuki
masa pemerintahan SBY, merupakan tanggungjawab berat untuknya memperbaiki
perekonomian khususnya dalam menangani krisis dan inflasi, walaupun pada masa
jabata terakhirnya tahun 2009 mengalami gejolak untuk masalah BBM dan harga
pangan di pasar global. Masa ini dimulai tahun1999-2009.
B.
Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, maka penulis dapat menyarankan kepada pemerintah pada
khususnya agar lebih bekerja secara maksimal dan intensif lagi. Tanpa adanya
usaha yang sungguh-sungguh untuk memperjuangkan kemakmuran rakyat Indonesia,
maka apa yang kita cita-citakan bersama tidak akan tercapai. Untuk masyarakat
pada umumnya, agar dapat membantu pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk
mencapai kemakmuran yang dicita-citakan bersama. Jadi untuk menghadapi
permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia, butuh kerjasama yang solid
dan kepercayaan masing-masing pihak berkepentingan, baik pemerintah, swasta,
dan masyarakat
DAFTAR
PUSTAKA
Kwik Kian Gie, Analisis Ekonomi Politik Indonesia,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Cet. 4, 1995.
J Thomas Lindblad, Sejarah Ekonomi Modern
Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES, Cet. 1, 1998.
Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian Indonesia, Jakarta:
Ghalia Indonesia, Cet. 1, 2009.
Tulus T.H. Tambunan, Perekonomian
Indonesia: Beberapa Masalah Penting, Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. 1,
2003.
http://syaharuddin.wordpress.com/2009/10/04/sejarah-perekonomian-indonesia-materi-kuliah-sej-perekonomian-ind-reg-a/
sebelum anda keluar berikan komentar anda....:-) terima kasih
BalasHapusmaaf bu indah, gambar tidak terlihat, bisa saya minta dalam bentuk file ke email saya : alfonsusfendy89@gmail.com.
BalasHapusterima kasih sebelumnya.
sangat membantu,,,bisa minta filenya ke tiusluther@gmail.com atau tiusluther@yahoo.com
BalasHapustrima kasih
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah penipuan oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 Juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah dia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan kehilangan Sety saya diperkenalkan dan diberitahu tentang Ibu Cynthia Dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya yang saya kirim langsung ke rekening bulanan.
ANNIKA AMAHLE
BalasHapusSemua terima kasih kepada Ny. KARINA ROLAND untuk membantu saya dengan pinjaman saya setelah ditipu oleh orang-orang palsu yang telah menjadi peminjam pinjaman.
Nama saya Annika amahle mokoena, saya dari Afrika Selatan dan saya tinggal di kota Johannesburg. Sebulan yang lalu saya sedang mencari pinjaman online dan saya melihat pemberi pinjaman pinjaman yang berbeda di internet dan saya melamar dari mereka dan semua yang saya dapatkan adalah scammers, saya melamar lebih dari 2 perusahaan dan saya ditipu sepanjang waktu. Jadi saya menyerah harapan sampai saya memutuskan untuk memeriksa lagi apakah saya akan menemukan bantuan ketika saya mencari dan saya memutuskan untuk mencari perusahaan pinjaman yang sah. Saya menemukan perusahaan ini bernama KARINA ROLAND LOAN COMPANY. Saya melihat banyak kesaksian yang dikomentari orang tentang dia tetapi karena saya ditipu beberapa kali saya pikir itu scam tapi saya melakukan apa yang saya diminta untuk lakukan dan saya menunggu pinjaman saya dan Nyonya KARINA ROLAND mengatakan kepada saya dalam waktu kurang dari 24 jam waktu Anda dengan pinjaman saya dengan aman saya tidak percaya Karena saya pikir itu juga scam sehingga hari itu malam hari di Afrika Selatan dan saya tidur di pagi hari berikutnya ketika saya bangun saya menerima peringatan dari rekening bank saya dan segera saya menelepon manajer bank saya untuk konfirmasi dan manajer bank mengatakan kepada saya untuk segera datang ke bank dan saya segera pergi begitu saya tiba di sana manajer bank memeriksa akun saya dan melihat sejumlah $ 127,000.00 USD yang merupakan Dolar Amerika Serikat dan saya menjelaskan kepada manajer saya bahwa saya mengajukan pinjaman online dan bank saya Manajer terkejut jika ada masih perusahaan pinjaman nyata dan sah secara online saya sangat senang semua berkat MRS KARINA ROLAND saya memutuskan untuk menulis di internet karena saya melihat orang lain melakukannya dan bersaksi tentang perusahaan ini itu sebabnya saya memposting pesan ini secara online kepada siapa pun yang membutuhkan pinjaman bahkan jika Anda telah ditipu sebelum mengajukan permohonan dari perusahaan ini dan yakinlah bahwa perusahaan ini tidak akan mengecewakan Anda. Salam kepada siapa pun yang membaca pesan saya dan Anda dapat menghubungi perusahaan ini melalui surat (karinarolandloancompany@gmail.com) atau whatsapp hanya +1 (585) 708-3478, Sekali lagi saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang membaca kesaksian ini, Anda dapat menghubungi saya juga untuk informasi lebih lanjut ..... annikaamahlemokoena@gmail.com
Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM , Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya menipu dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan pemberi pinjaman yang berbeda karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi Salam kepada semua warga negara Indonesia, nama saya INDALH HARUM, TOLONG, saya ingin memberikan kesaksian hidup saya di sini di platform ini sehingga semua warga negara Indonesia berhati-hati dengan pemberi pinjaman di internet, Tuhan mendukung saya melalui ibu yang baik, LASSA JIM, Setelah beberapa waktu mencoba mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan, dan menolak, jadi saya memutuskan untuk mendaftar melalui pinjaman online tetapi saya curang dan saya kehilangan lebih dari 50 juta rupiah dengan uang yang berbeda. Pemberi pinjaman karena saya mencari pinjaman (Rp800) setelah membayar biaya dan tidak mendapat pinjaman. Saya menjadi sangat putus asa dalam mendapatkan pinjaman, jadi saya berdiskusi dengan seorang teman saya, Harum kemudian memperkenalkan saya kepada Ny. LASSA JIM, seorang pemberi pinjaman di sebuah perusahaan bernama ACCESS LOAN FIRM sehingga teman saya meminta saya untuk melamar ibu LASSA, jadi saya mengumpulkan keberanian dan menghubungi Ms. LASSA.
BalasHapusSaya mengajukan pinjaman 2 miliar rupiah dengan tingkat bunga 2%, sehingga pinjaman disetujui tanpa tekanan dan semua pengaturan dilakukan dengan transfer kredit, karena tidak memerlukan jaminan dan keamanan untuk transfer pinjaman yang baru saja saya katakan kepada dapatkan perjanjian lisensi, aplikasi mereka untuk mentransfer kredit saya dan dalam waktu kurang dari 48 jam pinjaman itu disetorkan ke rekening bank saya.
Saya pikir itu lelucon sampai saya menerima telepon dari bank saya bahwa akun saya dikreditkan dengan jumlah 2 miliar. Saya sangat senang bahwa Tuhan akhirnya menjawab doa saya dengan memesan pinjaman saya dengan pinjaman asli saya, yang memberi saya keinginan hati saya. mereka juga memiliki tim ahli yang akan memberi tahu Anda tentang jenis bisnis yang ingin Anda investasikan dan cara menginvestasikan uang Anda, sehingga Anda tidak akan pernah bangkrut lagi dalam hidup Anda. Semoga Tuhan memberkati Mrs. LASSA JIM untuk membuat hidup saya lebih mudah, jadi saya sarankan siapa pun yang tertarik mendapatkan pinjaman untuk menghubungi Mrs. LASSA melalui email:
Penguji ..... jayachandra fadhlan
BalasHapusNegara ...... Indonesia
W / S ......... + 62 821-3272-6591
Facebook ..... jayachandra fadhlan
email ...... (jayachandrafadhlan@gmail.com)
Nama saya jayachandra fadhlan,
dari Indonesia Saya seorang perancang busana dan saya ingin menggunakan media ini untuk memberi tahu semua orang agar berhati-hati dalam mendapatkan pinjaman di internet, ada begitu banyak pemberi pinjaman di sini untuk mempercayai orang. Terima kasih atas hasil kerja keras Anda, saya meminta pinjaman untuk sekitar Rp900.000.000 wanita di Malaysia dan saya kehilangan sekitar 29 juta tanpa mengambil pinjaman, saya membayar hampir 29 juta tetap saya tidak mendapatkan pinjaman dan bisnis saya tentang menjadi buruk karena hutang. Ketika saya mencari perusahaan pinjaman yang dapat diandalkan, saya melihat iklan online lainnya dan nama perusahaan tersebut adalah PERUSAHAAN PINJAMAN EKSOTIK. Saya kehilangan 15 juta bersama mereka dan sampai hari ini, saya belum pernah menerima pinjaman yang saya usulkan. Teman baik saya yang disetujui oleh pinjaman juga menerima pinjaman, memperkenalkan saya ke perusahaan yang dapat dipercaya di mana MRS. KARINA bekerja sebagai manajer cabang, dan saya meminta pinjaman sebesar Rp900.000.000 dan mereka meminta kredensial saya, dan setelah itu mereka selesai meminta persetujuan saya, pinjaman yang disetujui untuk saya dan saya pikir itu hanya diperbolehkan, dan memungkinkan ini membuat saya kehilangan uang, tetapi saya terpana. Ketika saya mendapatkan pinjaman saya dalam waktu kurang dari 24 jam dengan bunga 2% tanpa jaminan. Saya sangat senang karena ALLAH menggunakan teman saya yang menghubungi mereka dan memperkenalkan saya kepada mereka dan karena saya selamat membuat bisnis saya melambung tinggi di udara dan dilikuidasi dan sekarang bisnis saya terbang tinggi di Indonesia dan tidak ada yang akan mengatakannya. membahas tentang mode perusahaan. Jadi saya membutuhkan semua orang yang tinggal di Indonesia dan negara lain membutuhkan pinjaman untuk satu tujuan atau lain untuk membeli MRS. KARINA melalui email: (karinarolandloancompany@gmail.com) atau hanya whatsapp +1(585)708-3478 .... Anda masih dapat menghubungi saya jika Anda meminta informasi lebih lanjut melalui email: (jayachandrafadhlan@gmail.com) atau whatsapp + 62 821-3272-6591, Terima kasih lagi untuk membaca kesaksian saya, dan semoga ALLAH terus memberkati kita dan memberi kita umur panjang dan kemakmuran.
Perusahaan ..... Karina Elena Roland perusahaan pinjaman
W / S .......... + 1 (585) -708-3478
Facebook .... Elena karina Roland
email ......... (karinarolandloancompany@gmail.com)