Oleh:
Indah
Wati, S.Pd.
PERUMAHAN DI INDONESIA
A.
LATAR BELAKANG
Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap
manusia. Jadi, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana lingkungan. Permintaan akan kebutuhan perumahan di Indonesia
rata-rata per tahunnya mencapai 700 ribu unit, sementara itu kemampuan untuk
membangun perumahan hanya 200 ribu per tahunnya. "Jadi masih ada
kekurangan sekitar 500 ribu unit rumah per tahunnya untuk pemenuhan kebutuhan
rumah hunian di Indonesia" kata Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera)
Suharso Monoarfa, di Bandung.
Suharso mengatakan, “Agar kebutuhan perumahan di Indonesia
tersebut bisa tercapai maka pihaknya akan melakukan berbagai usaha seperti
intervensi melalui undang-undang atau peningkatan program Fasilitas Likuidasi
Pembiayaan Perumahan dan lain-lain. Ia berharap dengan adanya intervensi untuk
menambah jumlah kebutuhan perumahan tersebut, maka akan berdampak pada
peningkatan produsksi rumah di Indonesia. "Saya berharap, tahun 2012,
produksi rumah di Indonesia per tahunnya mencapai 12 juta per unit," kata
Suharso.
Pembangunan sektor perumahan sangat penting dalam
menggerakkan roda perekonomian, karena pembangunan perumahan mempunyai kaitan
ke belakang (backward linkages) dan
kaitan ke depan (forward linkages)
yang sangat panjang. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap harga rumah dengan
harga tanah yang akan dijadikan sebagai lahan untuk perumahan, meningkatnya
jumlah penduduk dan tingkat pendapatan mendorong permintaan akan rumah
meningkat sehingga harga rumah menjadi mahal, dan mendorong permintaan tanah
meningkat sehingga menyebabkan harga tanah menjadi mahal.
Rumah merupakan suatu produk unik yang menunjukkan 6 sifat
yang berbeda dengan produk barang antara lain: rumah merupakan produk yang
heterogen, rumah tidak bersifat mobil (tidak praktis), bersifat tahan lama,
mahal, biaya besar, mempertimbangkan latar belakang suku tempat tinggal. Rumah yang ada dalam masyarakat bersifat
heterogen, dimana setiap rumah memberikan pelayanan/kepuasan yang berbeda-beda
dengan karakteristiknya yaitu karakteristik
rumah itu sendiri dan karakteristik
lokasinya.
Karakteristik rumah dapat dilihat dari beberapa hal:
1.
Harga rumah ditinjau dari
pendekatan atas dasar kesenangan/kesejahteraan (hedonic approach), yaitu
melihat bahwa tempat tinggal (rumah) terdiri dari berbagai unsure kesenangan
yang masing-masing mempunyai nilai implicit yang berbeda-beda. Contoh: harga
dasar, nilai keterjangkauan, nilai kamar tidur, nilai atap/genteng, kualitas
udara/air, fasilitas umum.
2.
Memilih sebuah rumah, kebanyakan orang mennginginkan kombinasi
pelayanan yang terbaik dengan harga tertentu. Rumah tangga akan membeli rumah
dimana rumah dimisalkan hanya mempunyai 2 karakteristik (kondisi) yang berbeda
dilihat dari ukurannya dan kualitasnya.
3.
Pasar rumah terpisah tetapi saling terkait maksudnya, pasar
perumahan dibedakan sesuai dengan ukurannya, lokasi, dan kualitasnya. Ada rumah
tangga yang mencari rumah yang kecil dengan ukuran dua kamar tidur, tetapi ada
pula rumah tangga yang mencari rumah besar dengan lebih dari tiga kamar tidur.
Namun, walaupun pasar rumah itu terpisah-pisah tetapi masih saling terkaitan
karena rumah tangga dapat secara bebas menentukan pilihannya, yaitu apabila
terdapat terdapat kenaikan harga rumah besar maka rumah tangga akan bergeser
memilih rumah yang lebih kecil.
4.
Dampak tetangga, bersifat local dalam jarak atau radius tertentu
yang mempengaruhi kenyamanan rumah.
Pemilik rumah akan keluar dari pasar perumahan, apabila
biaya pemeliharaan dan perbaikan rumah terlalu tinggi akan tidak menguntungkan
bagi pemiliknya untuk mempertahankan rumah tersebut, yaitu: konversi,
disewakan, atau dijual, Walaupun para individu dalam masyarakat bebas
menentukan tempat tinggalnya sendiri dan membangun rumah sendiri, namun
kekbebasan itu perlu dikendalikan oleh pemerintah. Pada mulanya dinegara
indonesia perencanaan dan kebijakan pembangunan perumahan dibawah kendali
pekerjaan umum tetapi sekarang kebijakan ini diserahkan pada kantor mentri
negara perumahan rakyat yang kemudian berubah namanya ,menjadi mentri negara
perumahan dan pemukiman.
Beberapa
kebijakan pemerintah dalam bidang perumahan :
a.
Kebijakan dalam bantuan perumahan.
Disini pemerintah menggunakan berbagai macam kebijakan untuk memperbaiki
kondisi perumahan dan menekan biaya perumahan
b.
Pemerintah pusat memanfaatkan keberbagai
program pembangunan masyarakat desa dengan menopang setiap usaha pembangunan di
daerah untuk memperbaiki kondisi perumahan dan perbaikan lingkungan di daerah.
c.
Kebijakan perkreditan dan
persewaan rumah milik pemerintah.
Tujuan utama dari kebijakan pemerintah dalam bidang
perumahan adalah menyediakan rumah yang layak dengan lingkungan yang nyaman
bagi semua warga negara indonesia. Dalam hal penyedia rumah terlibatpemerintah
dalam 4 macam cara yang berbeda :
1. subsidi permodalan permodalan
diberikan oleh pemerintah dengan sistem kredit yang berbunga sangat rendah.
2. subsidi dengan
operasional pada awalnya program perumahan masyarakat didasarkan pada
anggapan bahwa pemerintah daerah akan memungut sewa yang nantinya dapat menutup
seluruh biaya pembangunan perumahan dan pemeliharaannya.
3. Kredit renovasi
(perbaikan rumah) dalam usaha memperbaiki kondisi perumahan rakyat
pemerintah dapat memberikan subsidi dalam bentuk kredit perbaikan rumah dengan
tingkat bunga yang rendah.
4. Seleksi penyewa rumah
pemerintah pemerintah akan menentukan atau membatasi penyewaan rumah milik
pemerintah dengan harga sewa yang murah kepada kelompok tertentu yang memenuhi
persyaratan. Salah satunya adalah misalnya tingkat pendapatan rata-rata
perkapita dalam keluarga dan jumlah anggota keluarga yang ada.
B.
ISI (SOLUSI)
Menangani masalah perumahan di Indonesia, Menteri Negara Perumahan
Rakyat Mohammad Yusuf Asy’ari membuka Lokakarya evaluasi Kelembagaan Bidang
Perumahan dan Permukiman Wilayah Tengah yang dilaksanakan oleh Masyarakat
Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia (MP3I) di Balikpapan (13/12). Dalam
sambutannya menghimbau setiap daerah baik Kabupaten, Kota maupun Provinsi harus
membentuk lembaga yang menangani perumahan rakyat. Lembaga perumahan tersebut
dapat berbentuk Dinas, Badan atau bergabung dengan instansi yang ada di daerah.
“Dengan adanya kelembagaan di daerah diharapkan pembangunan perumahan dan
masyarakat menengah ke bawah akan lebih terkoordinir, dan dapat juga dengan
memberikan rumah bersubsidi bagi masyarakat bawah agar dapat tempat yang layak,
terutama kesesuaian dengan tata ruang daerah, sarana dan prasarana, termasuk
listrik, air minum dan jalan. Selain itu mengenai aspek koordinasi dan
penganggaran akan singkron dengan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah
pusat. Sehingga lembaga atau instansi di daerah menjadi sangat penting sebagai
ujung tombak pembangunan perumahan akan benar-benar memperhatikan aspek
perumahan layak huni yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat maupun kebutuhan
daerah setempat”, demikian dikatakan Menteri Yusuf Asy’ari.
Selanjutnya, tantangan pembangunan perumahan dan permukiman
di Indonesia menghadapi tantangan dan kendala yang tidak ringan. Berdasarkan
analisis statistik pertumbuhan penduduk dan rumah tangga, diperkirakan laju
kebutuhan perumahan di Indonesia setiap tahunnya rata-rata sebesar 800.000
unit, jumlah tersebut belum termasuk kebutuhan rumah akibat kekurangan atau
defisit rumah (backlog) yang belum
terpenuhi hingga akhir tahun 2003 yang masih mencapai 5,93 juta unit (9,43%
dari jumlah rumah yang ada). Kondisi ini diperburuk dengan terdapatnya 14,5
juta unit rumah (28,22% dari rumah yang ada) kualitasnya tidak layak huni
tersebar pada 10.065 lokasi permukiman kumuh dengan luas keseluruhan 47.393 hektar
yang dihuni oleh tidak kurang dari 17,2 juta jiwa. “Kita juga bersyukur
daerah-daerah yang sudah memiliki Dinas, maupun instansi yang ada dalam
menangani perumahan, meskipun masih bergabung dengan instansi lainya. Kecuali
DKI Jakarta yang sudah memiliki Dinas Perumahan Rakyat”, katanya. Dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 telah mengamanatkan bahwa “setiap
orang behak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”, demikian di katakana Menteri Yusuf Asy’ari.
Pelaksanaan Lokakarya dimaksudkan untuk mencari dan
merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan strategis pembangunan
perumahan dan permukiman yang diarahkan dengan memperioritaskan pemenuhan
kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak huni, serta meningkatkan
pelayanan prasarana dan sarana lingkungan permukiman secara terencana, bertahap
dan berkelanjutan. Untuk itu perlu adanya peningkatan keterpaduan dan sinergi
multisektoral, yang mengedepankan upaya kemampuan para pelaku pembangunan,
melalui penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang terdesentralisasi. Misalnya,
Gubernur Kaltim dalam sambutanya tertulis yang dibacakan Kepala Dinas PU Prov
Kaltim yang diwakili Ir. Dadang mengatakan “Kebutuhan perumahan merupakan
kebutuhan primer, selain sandang dan pangan. Setiap orang memerlukan rumah yang
sehat dan layak huni tidak hanya sekadar tempat berlindung, tapi juga sebagai
tempat pendidikan guna membentuk sumber daya manusia keluarga Indonesia di
masa depan”. Hasil lokakarya diharapkan
memperoleh kesepakatan dalam meningkatkan dan mengatasi permaslahan pembangunan
perumahan di Indonesia khususnya pembangunan perumahan di wilayah.
C.
KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang dan isi (solusi) di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa, permintaan akan kebutuhan perumahan di Indonesia masih
mengalami kekurangan. Hal ini terlihat dari data tahun 2010, bahwa rata-rata
kebutuhan perumahan mencapai 700 ribu unit pertahun, sementara itu kemampuan
untuk membangun perumahan hanya 200 ribu per tahunnya. Sehingga, masih ada
kekurangan sekitar 500 ribu unit rumah per tahunnya untuk pemenuhan kebutuhan
rumah hunian di Indonesia.
Pemerintah harus lebih memperhatikan masyarakat secara keseluruhannya,
terutama bagi golongan masyarakat menengah ke bawah. dan bertindak adil kepada
seluruh masyarakat, karena bagi masyarakat golongan bawah tidak mendapatkan
perumahan yang bersubsidi, yang mendapatkan perumahan yang bersubsidi itu hanya
bagi golongan atas seperti PNS, serta pegawai lain yang memiliki penghasilan
tetap. Bagi Dinas perumahan seharusnya juga memperhatikan biaya-biaya yang
dikenakan untuk masyarakat bawah agar dapat memiliki rumah yang layak huni, apalagi
dalam hal prosedur perumahan yang rumit, dengan beban akad yang tinggi. Jadi,
sangat dibutuhkan peran semua pihak untuk mengatasi permasalahan perumahan di
Indonesia agar memenuhi standar pembangunan perumahan yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA:
3. Suparmoko, Ekonomi Publik,
Yogyakarta: Andi Yogya.
berikan komentar anda sebelum keluar dari blok ini....:-) terima kasih...
BalasHapus