Minggu, 12 Mei 2013

PERUMAHAN DI INDONESIA




Oleh:

Indah Wati, S.Pd.




PERUMAHAN DI INDONESIA

A.    LATAR BELAKANG   
Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi setiap manusia. Jadi, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Permintaan akan kebutuhan perumahan di Indonesia rata-rata per tahunnya mencapai 700 ribu unit, sementara itu kemampuan untuk membangun perumahan hanya 200 ribu per tahunnya. "Jadi masih ada kekurangan sekitar 500 ribu unit rumah per tahunnya untuk pemenuhan kebutuhan rumah hunian di Indonesia" kata Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa, di Bandung.
Suharso mengatakan, “Agar kebutuhan perumahan di Indonesia tersebut bisa tercapai maka pihaknya akan melakukan berbagai usaha seperti intervensi melalui undang-undang atau peningkatan program Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan dan lain-lain. Ia berharap dengan adanya intervensi untuk menambah jumlah kebutuhan perumahan tersebut, maka akan berdampak pada peningkatan produsksi rumah di Indonesia. "Saya berharap, tahun 2012, produksi rumah di Indonesia per tahunnya mencapai 12 juta per unit," kata Suharso.
Pembangunan sektor perumahan sangat penting dalam menggerakkan roda perekonomian, karena pembangunan perumahan mempunyai kaitan ke belakang (backward linkages) dan kaitan ke depan (forward linkages) yang sangat panjang. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap harga rumah dengan harga tanah yang akan dijadikan sebagai lahan untuk perumahan, meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan mendorong permintaan akan rumah meningkat sehingga harga rumah menjadi mahal, dan mendorong permintaan tanah meningkat sehingga menyebabkan harga tanah menjadi mahal.
Rumah merupakan suatu produk unik yang menunjukkan 6 sifat yang berbeda dengan produk barang antara lain: rumah merupakan produk yang heterogen, rumah tidak bersifat mobil (tidak praktis), bersifat tahan lama, mahal, biaya besar, mempertimbangkan latar belakang suku tempat tinggal.  Rumah yang ada dalam masyarakat bersifat heterogen, dimana setiap rumah memberikan pelayanan/kepuasan yang berbeda-beda dengan karakteristiknya yaitu karakteristik rumah itu sendiri dan karakteristik lokasinya.
Karakteristik rumah dapat dilihat dari beberapa hal:
1.      Harga rumah  ditinjau dari pendekatan atas dasar kesenangan/kesejahteraan (hedonic approach), yaitu melihat bahwa tempat tinggal (rumah) terdiri dari berbagai unsure kesenangan yang masing-masing mempunyai nilai implicit yang berbeda-beda. Contoh: harga dasar, nilai keterjangkauan, nilai kamar tidur, nilai atap/genteng, kualitas udara/air, fasilitas umum.
2.      Memilih sebuah rumah, kebanyakan orang mennginginkan kombinasi pelayanan yang terbaik dengan harga tertentu. Rumah tangga akan membeli rumah dimana rumah dimisalkan hanya mempunyai 2 karakteristik (kondisi) yang berbeda dilihat dari ukurannya dan kualitasnya.
3.      Pasar rumah terpisah tetapi saling terkait maksudnya, pasar perumahan dibedakan sesuai dengan ukurannya, lokasi, dan kualitasnya. Ada rumah tangga yang mencari rumah yang kecil dengan ukuran dua kamar tidur, tetapi ada pula rumah tangga yang mencari rumah besar dengan lebih dari tiga kamar tidur. Namun, walaupun pasar rumah itu terpisah-pisah tetapi masih saling terkaitan karena rumah tangga dapat secara bebas menentukan pilihannya, yaitu apabila terdapat terdapat kenaikan harga rumah besar maka rumah tangga akan bergeser memilih rumah yang lebih kecil.
4.      Dampak tetangga, bersifat local dalam jarak atau radius tertentu yang mempengaruhi kenyamanan rumah.
Pemilik rumah akan keluar dari pasar perumahan, apabila biaya pemeliharaan dan perbaikan rumah terlalu tinggi akan tidak menguntungkan bagi pemiliknya untuk mempertahankan rumah tersebut, yaitu: konversi, disewakan, atau dijual, Walaupun para individu dalam masyarakat bebas menentukan tempat tinggalnya sendiri dan membangun rumah sendiri, namun kekbebasan itu perlu dikendalikan oleh pemerintah. Pada mulanya dinegara indonesia perencanaan dan kebijakan pembangunan perumahan dibawah kendali pekerjaan umum tetapi sekarang kebijakan ini diserahkan pada kantor mentri negara perumahan rakyat yang kemudian berubah namanya ,menjadi mentri negara perumahan dan pemukiman.


Beberapa kebijakan pemerintah dalam bidang perumahan :
a.       Kebijakan dalam bantuan perumahan. Disini pemerintah menggunakan berbagai macam kebijakan untuk memperbaiki kondisi perumahan dan menekan biaya perumahan
b.      Pemerintah pusat memanfaatkan keberbagai program pembangunan masyarakat desa dengan menopang setiap usaha pembangunan di daerah untuk memperbaiki kondisi perumahan dan perbaikan lingkungan di daerah.
c.       Kebijakan perkreditan dan persewaan rumah milik pemerintah.
Tujuan utama dari kebijakan pemerintah dalam bidang perumahan adalah menyediakan rumah yang layak dengan lingkungan yang nyaman bagi semua warga negara indonesia. Dalam hal penyedia rumah terlibatpemerintah dalam 4 macam cara yang berbeda :
1.      subsidi permodalan permodalan diberikan oleh pemerintah dengan sistem kredit yang berbunga sangat rendah.
2.      subsidi dengan operasional pada awalnya program perumahan masyarakat didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah daerah akan memungut sewa yang nantinya dapat menutup seluruh biaya pembangunan perumahan dan pemeliharaannya.
3.      Kredit renovasi (perbaikan rumah) dalam usaha memperbaiki kondisi perumahan rakyat pemerintah dapat memberikan subsidi dalam bentuk kredit perbaikan rumah dengan tingkat bunga yang rendah.
4.      Seleksi penyewa rumah pemerintah pemerintah akan menentukan atau membatasi penyewaan rumah milik pemerintah dengan harga sewa yang murah kepada kelompok tertentu yang memenuhi persyaratan. Salah satunya adalah misalnya tingkat pendapatan rata-rata perkapita dalam keluarga dan jumlah anggota keluarga yang ada.



B.     ISI (SOLUSI)
Menangani masalah perumahan di Indonesia, Menteri Negara Perumahan Rakyat Mohammad Yusuf Asy’ari membuka Lokakarya evaluasi Kelembagaan Bidang Perumahan dan Permukiman Wilayah Tengah yang dilaksanakan oleh Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia (MP3I) di Balikpapan (13/12). Dalam sambutannya menghimbau setiap daerah baik Kabupaten, Kota maupun Provinsi harus membentuk lembaga yang menangani perumahan rakyat. Lembaga perumahan tersebut dapat berbentuk Dinas, Badan atau bergabung dengan instansi yang ada di daerah.  “Dengan adanya kelembagaan di daerah diharapkan pembangunan perumahan dan masyarakat menengah ke bawah akan lebih terkoordinir, dan dapat juga dengan memberikan rumah bersubsidi bagi masyarakat bawah agar dapat tempat yang layak, terutama kesesuaian dengan tata ruang daerah, sarana dan prasarana, termasuk listrik, air minum dan jalan. Selain itu mengenai aspek koordinasi dan penganggaran akan singkron dengan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah pusat. Sehingga lembaga atau instansi di daerah menjadi sangat penting sebagai ujung tombak pembangunan perumahan akan benar-benar memperhatikan aspek perumahan layak huni yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat maupun kebutuhan daerah setempat”, demikian dikatakan Menteri Yusuf Asy’ari.
Selanjutnya, tantangan pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia menghadapi tantangan dan kendala yang tidak ringan. Berdasarkan analisis statistik pertumbuhan penduduk dan rumah tangga, diperkirakan laju kebutuhan perumahan di Indonesia setiap tahunnya rata-rata sebesar 800.000 unit, jumlah tersebut belum termasuk kebutuhan rumah akibat kekurangan atau defisit rumah (backlog) yang belum terpenuhi hingga akhir tahun 2003 yang masih mencapai 5,93 juta unit (9,43% dari jumlah rumah yang ada). Kondisi ini diperburuk dengan terdapatnya 14,5 juta unit rumah (28,22% dari rumah yang ada) kualitasnya tidak layak huni tersebar pada 10.065 lokasi permukiman kumuh dengan luas keseluruhan 47.393 hektar yang dihuni oleh tidak kurang dari 17,2 juta jiwa. “Kita juga bersyukur daerah-daerah yang sudah memiliki Dinas, maupun instansi yang ada dalam menangani perumahan, meskipun masih bergabung dengan instansi lainya. Kecuali DKI Jakarta yang sudah memiliki Dinas Perumahan Rakyat”, katanya. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 telah mengamanatkan bahwa “setiap orang behak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”, demikian di katakana Menteri Yusuf Asy’ari.
Pelaksanaan Lokakarya dimaksudkan untuk mencari dan merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan kebijakan strategis pembangunan perumahan dan permukiman yang diarahkan dengan memperioritaskan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak huni, serta meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan permukiman secara terencana, bertahap dan berkelanjutan. Untuk itu perlu adanya peningkatan keterpaduan dan sinergi multisektoral, yang mengedepankan upaya kemampuan para pelaku pembangunan, melalui penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang terdesentralisasi. Misalnya, Gubernur Kaltim dalam sambutanya tertulis yang dibacakan Kepala Dinas PU Prov Kaltim yang diwakili Ir. Dadang mengatakan “Kebutuhan perumahan merupakan kebutuhan primer, selain sandang dan pangan. Setiap orang memerlukan rumah yang sehat dan layak huni tidak hanya sekadar tempat berlindung, tapi juga sebagai tempat pendidikan guna membentuk sumber daya manusia keluarga Indonesia di masa depan”.  Hasil lokakarya diharapkan memperoleh kesepakatan dalam meningkatkan dan mengatasi permaslahan pembangunan perumahan di Indonesia khususnya pembangunan perumahan di wilayah.

C.    KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang dan isi (solusi) di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, permintaan akan kebutuhan perumahan di Indonesia masih mengalami kekurangan. Hal ini terlihat dari data tahun 2010, bahwa rata-rata kebutuhan perumahan mencapai 700 ribu unit pertahun, sementara itu kemampuan untuk membangun perumahan hanya 200 ribu per tahunnya. Sehingga, masih ada kekurangan sekitar 500 ribu unit rumah per tahunnya untuk pemenuhan kebutuhan rumah hunian di Indonesia.
Pemerintah harus lebih memperhatikan masyarakat secara keseluruhannya, terutama bagi golongan masyarakat menengah ke bawah. dan bertindak adil kepada seluruh masyarakat, karena bagi masyarakat golongan bawah tidak mendapatkan perumahan yang bersubsidi, yang mendapatkan perumahan yang bersubsidi itu hanya bagi golongan atas seperti PNS, serta pegawai lain yang memiliki penghasilan tetap. Bagi Dinas perumahan seharusnya juga memperhatikan biaya-biaya yang dikenakan untuk masyarakat bawah agar dapat memiliki rumah yang layak huni, apalagi dalam hal prosedur perumahan yang rumit, dengan beban akad yang tinggi. Jadi, sangat dibutuhkan peran semua pihak untuk mengatasi permasalahan perumahan di Indonesia agar memenuhi standar pembangunan perumahan yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA:
3.      Suparmoko, Ekonomi Publik, Yogyakarta: Andi Yogya.

1 komentar:

  1. berikan komentar anda sebelum keluar dari blok ini....:-) terima kasih...

    BalasHapus